Sunday, December 30, 2007

Angin Arus Bawah

Hari ini saya merampungkan mengirim seluruh berkas persyaratan pencalonan diri saya sebagai kandidat Direktur Eksekutif Nasional WALHI. Sebuah tantangan dan pengalaman baru bagi saya untuk bertarung sebagai kandidat fungsionaris WALHI di nasional. Cukup menarik dan banyak hal pembelajaran yang saya dapatkan semenjak beberapa bulan lalu saya menyatakan diri untuk maju. Pro dan kontra, namun semua itu justru semakin memantapkan saya untuk terus maju. Saya menikmatinya sebagai sebuah tantangan yang justru membangkitkan daya kreativitas dan terus mengasah kemampuan leadership saya. Keyakinan saya adalah tidak akan ada sesuatu yang besar tanpa ada sesuatu yang dipertaruhkan. Bagi saya perubahan besar akan terjadi jika kita mau bergeser dari "zona aman", mempertaruhkan diri dan siap meraih kemenangan baru.

WALHI adalah salah satu organisasi lingkungan terbesar di Indonesia yang memiliki 25 kantor di 25 provinsi dan lebih dari 400an anggotanya. Tantangan WALHI kedepan bukan saja yang berasal dari faktor ekstenal berupa ancaman terhadap kondisi lingkungan hidup di Indonesia yang terus kian memburuk dan kuatnya tekanan politik negara sebagai konsekuensi dari sistem tatanan ekonomi politik neolib yang kapitalistik, menghisap dan menindas. WALHI juga dihadapkan pada persoalan bangunan konsolidasi internal dan sistem kaderisasi yang masih timpang. Menghadapi tantangan eksternal saya kira gerakan WALHI tidak cukup hanya dengan mengandalkan advokasi kebijakan dan upaya litigasi semata atau berputar hanya pada tataran kampanye. Terbukti berbagai advokasi kebijakan dan litigasi yang dilakukan oleh WALHI hampir rontok disemua tingkatan. Sehingga untuk itu WALHI mesti mengubah arah dan strategi gerakannya dengan menekankan kepada penguatan gerakan akar rumput dengan membangun komunitas-komunitas peduli lingkungan di masing-masing WALHI daerah yang akan menjadi kekuatan pendukung WALHI. Menghadapi tantangan internal, paling tidak ada tiga agenda utama yang mesti dilakukan yaitu; pertama, melakukan internalisasi ke-WALHI-an kesemua level organ WALHI; kedua, melakukan penguatan WALHI melalui penguatan WALHI-WALHI daerah dengan menempatkan WALHI-WALHI di daerah sebagai pusat aktivitas gerakan advokasi yang dilakukan; ketiga, memperbaiki sistem pengkaderan di WALHI melalui keterpaduan berbagai konsep pendidikan yang selama ini sudah ada di WALHI dan menjadikannya terstruktur dan sistematis.

Sekarang saya sudah siap untuk menghembuskan angin segar dalam membangun gerakan lingkungan hidup di Indonesia. Angin ini bukanlah angin yang bertiup dari atas ke bawah namun sebaliknya arus angin bawah yang berhembus menuju atas. Angin arus bawah yang sebelumnya berpacu dengan derasnya luapan air-air sungai yang meluap membanjiri rumah dan sawah penduduk, angin yang menelisik miris diantara pohon-pohon tumbang, angin yang menguap panas di rawa-rawa gambut dan diantara kebakaran lahan dan hutan, angin yang terjebak diantara lobang-lobang tambang. Angin ini adalah angin arus bawah yang berhimpun dan bergerak terus melaju ke atas.......dan jika memang semua arus bawah berhimpun maka arus angin ini tidak akan terbendung lagi!

Thursday, November 22, 2007

Transparansi + Inspirasi

Kemarin ikut pertemuan Jaringan Masyarakat Sipil untuk Transparansi Migas dan Pertambangan, 19-21/11 di Hotel Santika, Jakarta. Kegiatan ini diinisiasi oleh Publish What You Pay (PWYP) sebuah jaringan Internasional yang mengkampanyekan dan mendorong pentingnya transparansi di sektor industri ekstraktif (migas dan pertambangan).

Saya sangat senang sekali karena dalam pertemuan tersebut saya bertemu dengan para inspirator seperti mas Dani Moenggoro, mbak Budsi dan mbak Kiki. Mas Dani dan mbak Budsi yang fasilitasi pertemuan, dan walaupun sebagian besar prosesnya saya sudah cukup familiar namun saya tidak pernah bosan karena selalu ada kreatifitas baru yang disuguhkan. Selalu menginspirasi! Dan saya kembali mendapatkan energi baru yang menyegarkan. Bahkan lengkapnya lagi saya ketemu kawan-kawan dari daerah lainnya yang juga tidak kalah memberikan inspirasi-inspirasi baru buat saya, seperti Dony Kaltim dengan pengembangan Informasi Teknologinya. Luar biasa!

Alhasil, dalam pertemuan tersebut berhasil merumuskan arah dan strategi kedepan dalam mendorong adanya transparansi di sektor ekstraktif ini dengan mendasarkan bukan saja pada agenda transparansi pada anggaran/keuangan semata tetapi juga tranparansi perizinan sampai kepada transparansi kontrak. Selain itu juga disepakati terbentuknya jaringan nasional yang diberi nama PWYP-Indonesia sebagai wadahnya.

Sebagaimana pengetahuan umum, industri ekstraktif migas dan pertambangan merupakan industri yang tidak berkelanjutan karena sifatnya yang tak terbarukan (unrenewable). Disatu sisi dipromosikan untuk menangguk devisa negara yang besar namun disisi lain industri ekstraktif ini menyimpan segudang persoalan dan dampak negatif yang besar bagi lingkungan dan masyarakat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar negara-negara berkembang yang kaya akan sumberdaya alam penduduknya masih banyak yang berada di bawah garis kemiskinan, sebuah penomena kutukan sumberdaya.

Harapannya, dengan transparanya pengelolaan di sektor ini maka memudahkan rakyat untuk melakukan kontrol dan membuat pilihan mereka dalam menentukan bagaimana pengelolaan sektor ini mesti dilakukan termasuk pilihan untuk menerima atau menolak adanya industri ini di wilayah mereka.

Dengan terbentuknya jaringan ini, ada harapan semakin memperkuat gerakan penyelamatan lingkungan hidup yang lebih baik dan pro rakyat yang selama ini sudah dibangun dan didorong oleh berbagai kelompok organisasi masyarakat sipil lainnya. Paling tidak semakin banyak orang yang mempermasalahkan persoalan industri ekstraktif ini maka semakin besar pula peluang kita untuk membongkar dan memperbaikinya. Buktikan!

Saturday, September 29, 2007

Vibrant! Hadapi tantangan fasilitasi dengan sepenuh hati

Minggu lalu tepatnya tanggal 21-22 September saya diminta memfasilitasi sebuah lokalatih advokasi tambang regional Kalimantan yang diselenggarakan oleh WALHI Kaltim dengan peserta 14 orang. Pelatihan bertempat di sekretariat Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) di Kuaro kabupaten Paser Kaltim. Dengan agenda dan target pelatihan yang cukup banyak termasuk dalam satu sesi saya juga mesti berperan untuk menjadi nara sumber sedangkan waktu yang diberikan cuma 2 hari membuat saya mesti mengerahkan energi memutar otak untuk membuat rencana prosesnya. Mulanya saya agak ragu dengan waktu yang cuma 2 hari tersebut namun kemudian saya teguhkan diri saya bahwa memang sudah menjadi tugas fasilitator untuk membantu perserta pelatihan dalam mencapai tujuan mereka dengan waktu yang terbatas. Saya kira disinilah letak tantangannya sebagai seorang fasilitator untuk menciptakan proses yang dapat membuat terjadinya vibrant efek. Dan tanpa ragu saya tetapkan alur dan prosesnya kemudian saya buat dalam bentuk power point.

Hanya sesampainya di lokasi pelatihan saya mendapatkan tantangan kedua, yaitu tempat pelatihan yang sangat tidak memadai, dimana tempatnya selain sempit juga berada di pinggir jalan sehingga suara lalu lalang kendaraan bermotor terdengar + tempat tersebut juga sekalian dijadikan tempat tidur para peserta dan saya sendiri. Padahal salah satu prasyarat belajar yang baik adalah lokasi belajar yang nyaman dan kondusif. Disini lagi-lagi saya ditantang untuk mampu meramu prosesnya dengan melihat kondisi yang ada. Namun untungnya sebagai seorang aktivis saya cukup terlatih dan sering bekerja dibawah tekanan dalam situasi yang tak terduga dan pengalaman tersebut tentunya cukup membantu saya dalam menghadapi situasi demikian untuk tidak menyerah menciptakan proses yang vibrant. Dalam benak saya apapun hasilnya itulah hasil terbaik yang bisa saya lakukan dan saya harus yakini itu, lakukan sepenuh hati.

Lokalatihnya sendiri saya mulai dengan perkenalan diri saya melalui slide yang kemudian saya lanjutkan dengan meminta peserta menggambar wajah mereka masing-masing pada selembar kertas yang kemudian saya bagikan kembali secara acak kepada peserta. Saya minta mereka untuk menemukan gambar siapa yang mereka pegang dan jika sudah ketemu mereka mesti saling berkenalan satu sama lainnya. Setelah semua saling menemukan dan berkenalan selanjutnya mereka memperkenalkan temannya masing-masing tersebut. Proses selanjutnya saya mintakan mereka untuk menuliskan namanya dan nama tokoh idola mereka dibawah nama mereka sambil mereka membayangkan akan tokoh tersebut dan teladan apa yang mampu mendorong semangat, kreativitas dan komitmen mereka terhadap lingkungan dan kemanusiaan yang kemudian mereka ceritakan satu persatu bergiliran sambil membayangkan bahwa mereka adalah tokoh tersebut. Semua tokoh mereka adalah gambaran orang-orang yang secara kuat berdiri pada garis memperjuangkan dan menegakkan keadilan. Pada titik ini saya ingin mendorong mereka menemukan bayangan diri yang jelas atas diri mereka dan apa yang akan diperjuangkan kedepan.

Dalam sesi materi dan diskusi, sebelum nara sumber memberikan materinya saya menggunakan metode menggambar dan membuat kliping dengan beberapa pertanyaan untuk mereka memahami tentang isu pertambangan dan bagaimana melakukan advokasi baru kemudian dipresentasikan dan didiskusikan. Alhasil mereka dapat menjelaskan cukup baik isu pertambangan dan bagaimana melakukan advokasi, stelah itu baru dipoles dan dikunci dengan materi. Selanjutnya saya meminta mereka untuk diskusi kelompok kembali dimana masing-masing orang dalam kelompok menceritakan pengalaman terbaiknya dalam melakukan advokasi kemudian menentukan dan memilih salah satu cerita terbaik untuk dipresentasikan. Hasilnya mereka mampu menguraikan mulai dari bagaimana menentukan isu dalam advokasi, menentukan tujuan, bagaimana proses perencanaan dilakukan, langkah2 advokasi sampai kepada keberhasilan yg dicapai. Pada titik ini lagi-lagi ternyata mereka dapat belajar bersama di dalam kelompok dan tugas saya hanya memfasilitasi bagaimana proses belajar bersama itu bisa berlangsung dan terjadi transpormasi pengetahuan diantara mereka.
Pada sesi perencanaan, saya minta mereka membayangkan perubahan yang terjadi pada 3 tahun kedepan, merumuskannya menjadi visi praktis dan kemudian membuat langkah-langkah strategisnya. Kemudian saya langsung masuk ke RTL, dengan memberikan pertanyaan apa langkah-langkah yang mereka bisa lakukan dalam waktu 3 bulan kedepan.
Sesi akhir pertemuan saya tutup dengan presentasi penutup yang berisi beberapa kalimat pertanyaan renungan dan kalimat bijak yang kemudian bersama-sama menyanyikan lagu "imagine"nya Jhon Lennon. Walau saya tidak sempat melakukan evaluasi di hari ke-2 (hari terakhir) namun saya dapat menangkap energi yang positip dari para peserta yang kelihatan tetap antusias.
Saya puas saya dapat menyelesaikan tugas saya sebagai fasilitator dengan baik walau ditengah kondisi yang kurang mendukung dan malah di akhir sesi saya mendapatkan energi positip yang cukup kuat. Berani menerima tantangan? lakukan dengan vibrant yang sepenuh hati!

Wednesday, September 26, 2007

Recharge

Dalam satu bulan terakhir, saya jarang sekali di kantor maupun ikut berbagai pertemuan formal. Saya diundang banyak balai adat dari komunitas masyarakat adat di kawasan Meratus dalam acara Aruh Adat Bewanang yang biasanya dilakukan selama 4 - 6 hari-malam. Aruh adat ini dilakukan sebagai ungkapan puji dan sukur setelah semua padi mereka di panen dari ladangnya. Hampir setiap tahun saya mesti menyediakan waktu untuk menghadari acara aruh tersebut, banyak balai adat yang mengundang untuk datang namun tentu tidak semua bisa saya datangi, karena kalau semua saya datangi mungkin selama tiga bulanan saya hanya akan keliling-keliling saja dari aruh adat di satu balai ke balai lainnya.
Apa yang menarik dari acara aruh adat tersebut sehingga saya mesti menghadirinya? Bagi saya selain memenuhi undangan mereka, bersilaturrahmi dan juga yang sangat terpenting saya selalu menikmati acara ritual mereka dalam melakukan "batandik" menari-nari mengelilingi segala macam "sesajen" yang diletakkan di tengah-tengah balai (rumah) adat dengan diiringi "mantera" dan musik tradisional mereka. Biasanya saya membiarkan diri saya ikut larut dalam irama musik dan hentakan kaki-kaki para "balian" yang menari-nari dan membacakan doa-doa mereka walaupun saya sendiri tidak mengerti apa yang mereka ucapkan. Sementara para "balian" itu sendiri terus menerus melakukan acara ritual siang dan malam tanpa tidur selama upacara berlangsung. Mereka berada dalam alam spiritualitas sehingga mampu tidak tidur selama berhari-hari. Kiranya suara musik, mantra-mantra dan keyakinanlah yang membantu mereka berkelana dalam alam spiritual sehingga mampu mengatasi kondisi fisik tanpa mesti kelelahan walaupun tidak tidur selama berhari-hari. Luar biasa! rupanya mereka sudah "vibrant" duluan dalam menggunakan kemampuan otak kanan dan imajinasinya dimana melalui ritual adat mereka mengoptimalkan kemampuan otak mereka dalam menjelajahi dunia maya untuk kembali kedunia sesungguhnya.
Saya sendiri selalau memanfaatkan suasana upacara tersebut untuk me-recharge kembali energi saya yang terkuras oleh berbagai aktivitas keseharian pekerjaan di kantor. Dan biasanya setelah itu saya selalu merasa nyaman dan penuh inspirasi atau paling tidak membangkitkan kembali antusiasme dalam diri saya.

Thursday, May 17, 2007

Brimob juga manusia!

Kemarin, Jumat, 11/05 selama 2 jam lebih dikit saya berada bersama-sama dengan para peserta Bintara Magang Polri Gelombang II tahun 2006 di kesatuan Brimob Kalsel. Saya dimintakan menjadi nara sumber ttg peranan LSM di masyarakat, lingkungan hidup dan keterkaitannya dengan tugas-tugas pokok Polri.
Saya mencoba untuk membuatnya menjadi vibrant dalam kesempatan tersebut sehingga beberapa hari sebelumnya saya sempatkan untuk meminta masukan dari semua rekan dimilis ini. Thanks sekali lagi atas berbagai masukannya dan juga special buat mbak Budsi dan Dendy yang telah mengirimkan dvd aninconvenient truthnya Al Gore.

Kami mesti menyiapkan semua peralatan (lcd, soundsistem-speaker aktif dan alat tulis/ gambar) karena ternyata yang namanya kesatuan Brimob Kalsel, mereka tidak memiliki alat-alat seperti lcd, kasihan juga ya kesatuan sebesar itu tidak punya alat-alat komunikasi-presentasi yang baik.

Sebelum pertemuan dimulai seperti biasanya ada prakata dulu dari para instruktur resmi mereka dalam suasana "kepolisian", semuanya duduk rapi (ada 15 peserta) dengan badan ditegapkan. Saya memulai sesi saya dengan menampilkan tayangan slide yang berisikan gambar saya, keluarga dan aktivitas saya sambil saya sedikit menjelaskan (perkenalan diri saya). Kemudian saya ajak mereka langsung untuk menonton film ttg "ambang batubara dan dampaknya" yang dibuat oleh kawan-kawan di Kalsel (sebelumnya saya ingin cuplik sedikit filmnya Al Gore namun karena terkendala teknis saya tidak sempat menyiapkannya padahal Dendy-Inspirit sudah mengirimkannya, thanks Den dan ngakpapa kan ngak jadi digunakan kali ini). Belum beberapa saat film diputar eh peralatannya ngadat dan saya coba perbaiki namun tetap tidak bisa. Kemudian saya segera minta Yayan (salah satu kawan yang menemani saya) untuk memperbaikinya dan saya langsung meminta para peserta berdiri untuk kemudian bernyanyi bersama dengan lagu "bukan lautan hanya kolam susu...." namun suara mereka masih belum begitu lepas....... lalu saya minta mereka untuk menyanyikannya berdasarkan versi mereka dan sebelumnya saya mintakan kepada para instrukturnya (yang terus nongkrong di depan dan disamping peserta) untuk membebaskan para peserta dari "adat kepolisian" dalam sesi saya, hasilnya luar biasa mereka bernyanyi dengan semangat dengan lagu yang digubah berdasarkan versi mereka dan suasana sudah mulai mencair sementara perbaikan yang dilakukan Yayan sudah berhasil. Semua kembali ke film.
Saya mintakan komentar mereka terhadap film tersebut dan ternyata komentarnya diluar dugaan saya dimana hampir 100% mereka sepakat dan sependapat dengan apa yang digambarkan dalam film tersebut. "Nama Fuguh, mohon izin bicara pak" kalimat seperti itu yang mereka ucapkan setiap kali mau bicara. Dalam komentarnya mereka juga mengutuk kelakuan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan keberpihakan mereka kepada lingkungan dan rakyat dan disambungkan dengan pengalaman sebagian peserta yang desanya/ kampungnya ada pertambangan batubara, walaupun ada yang melihat itu karena kelemahan SDM rakyat kita dan bukan semata kesalahan perusahaan. Dari diskusi disini saya melihatnya mereka masih melihat persoalan lingkungan hidup dalam tataran persoalan teknis.
Selanjutnya saya minta mereka menggambar mengenai kondisi lingkungan hidup yang ideal menurut mereka, selesai menggambar mereka satupersatu saya minta menjelaskan gambarnya masing-masing. Ternyata semua peserta menggambarnya dalam bentuk gambar pemandangan alam dimana ada gunung dan sawah. Dan yang membedakan satu sama lainnya yaitu tambahan dari selain gunung dan sawah tersebut misalnya seperti ada industri di balik gunung dll. Namun ketika dalam penjelasannya, hasilnya luar biasa, ternyata mereka juga punya visi yang hampir sama dengan para pegiat lingkungan dalam memposisikan lingkungan hidup dimana mereka menggambarkan ttg keasrian, keserasian, kesejahteraan, keadilan dalam pengelolaan, pendidikan bagi masyarakat, interaksi antar pihak dan sektor. Setelah selesai menjelaskan gambar, mereka saya minta membagi dua kelompok, membuka kembali gambarnya dan meminta mereka untuk mendiskusikan dimana posisi mereka (brimob) digambar tersebut dan menjelaskannya. Hasilnya mereka menempatkan brimob ada di perbatasan, di kampung dan diperusahaan. Fungsinya sebagai keamanan, penegak hukum, mediator antar pihak jika ada konflik dan pengayom masyarakat. Mereka juga menyatakan bahwa sebagai polisi mereka mesti bersikap netral dalam melihat berbagai persoalan yang ada.
Setelah itu baru kemudian saya masuk dengan presentasi saya yang menggunakan powerpoint (yang berisikan lebih banyak gambar dan kliping koran) dimana secara singkat saya menjelaskan ttg lingkungan hidup dengan segala persoalannya, bagaiamana cara kita memandang persoalan lingkungan yang intinya bahwa persoalan lingkungan itu bukan persoalan teknis semata tetapi multidimensi dan intinya merupakan persoalan tatanan ekonomi politik yang tidak berkeadilan trus ditambah ttg peran LSM dan hubungan dengan peran Brimob kemudian dilanjutkan dengan diskusi. Dalam pemaparan saya, saya juga memaparkan bagaimana Brimob dihadapkan pada pilihan untuk berbenturan dengan aktivis dan rakyat, saya ceritakan berbagai sikap brimob yang "salah" dalam berbagai kasus penganiayaan dan penembakan oleh Brimob terhadap aktivitis dan rakyat. Dan seperti dugaan saya (kerena sudah disentuh sisi kemanusiaannya) tidak ada "perlawanan" dari mereka (termasuk para seniornya yang ada disana) terhadap statement saya tersebut. Saya tekankan "kelakukan" Brimob selama ini sebagai sebuah konsekuensi dari kebijakan tatanan ekonomi politik yang diambil oleh pemerintah dan ini yang mesti mereka untuk turut serta merubahnya. Hampir semuanya manggut-manggut (saya artikan sebagai sebuah persetujuan).
Terakhir sebagai penutup saya tampilkan cuplikan kalimat dari Mahatma Gandi dan Suku Indian Apace, trus foto anak saya dalam posisi memegang gitar dan selanjutnya mengalunlah lagu Imaginenya John Lennon sambil saya minta mereka semua untuk bernyanyi bersama.
Dalam kata penutup saya sempatkan untuk meberikan apresiasi kepada mereka dengan mengatakan bahwa Brimob kedepan akan dipimpin oleh orang-orang seperti mereka maka tidak akan ada lagi berbagai penganiayaan dan penembakan kepada rakyat.
Dan sebelum pulang instruktur mereka mengatakan dalam enam bulan kedepan akan ada lagi peserta magang dari Pusdiklat Brimob dan saya dimintakan untuk hadir lagi bersama mereka.

Wednesday, April 11, 2007

Minus Passion

Didepan sekitar 500an orang dalam peringatan Mualid Nabi Besar Muhammad SAW dan peringatan Hari Bumi 2007 tadi malam saya menyampaikan kata sambutan (saya namakan pidato politik). Saya masih saja nervous karena memang saya tidak mempersiapkannya dengan baik dan ini kali pertama saya memberikan kata sambutan dalam acara keagamaan yang dihadiri juga para tokoh agama dimana saya mesti menyampaikannya sambutan/pidato dalam konteks ajaran agama. Saya merasakan penampilan saya tadi malam itu tidak terlalu mantap (kurang percaya diri) sehingga sebagian kata-kata dan kalimatnya menjadi kurang mempunyai kekuatan substansi yang mau disampaikan kepada para hadirin. Namun kawan-kawan bilang secara umum sudah mantap, indikatornya beberapa kalimat yang saya sampaikan mendapat sambutan langsung dengan teriakan ”hidup rakyat” dari hadirin, para hadirin juga menyimak dengan cukup serius apa yang saya sampaikan. Saya juga mendapat apresiasi dari salah satu kawan lewat SMS tentang pidato yang saya sampaikan. Ini cukup memberikan energi positif bagi saya. Tadi malam itu saya hanya kurang menunjukan passion saya. Show your Passion! Jika anda melakukan presentasi, kata sambutan, pidato atau tampil di depan publik.

Monday, April 9, 2007

ALIGNED THINKING

Jim Steffen dalam bukunya Aligned Thinking mengurai tentang bagaimana seseorang dapat mengambil alih kendali atas kehidupan dia sendiri dan menjalaninya dengan lebih terarah, bermakna dan puas demi menuju sebuah kesuksesan hidup lahir dan bathin. Buku yang dituturkan lewat cerita dan mudah dipahami ini dapat membantu kita untuk menemukan tujuan hidup kita yang benar-benar kita inginkan dan kemudian mewujudkannya melalui serangkaian tindakan dan cara berpikir yang sederhana namun menakjubkan. Aligned Thinking atau Cara Berpikir Selaras, dapat membantu kita untuk menyelaraskan setiap tindakan dengan apa yang benar-benar kita inginkan.

Apa yang ditawarkan oleh Jim Steffen dalam bukunya Aligned Thinking saya kira dapat membantu kita yang selama ini bekerja di NGO tentang bagaimana mengorganisasikan pikiran dan tindakan untuk membangun dan menggerakkan organisasi/ pekerjaan disamping juga untuk membangun dan mengorganisasikan kehidupan diri kita sendiri. Selaras antara pikiran dan tindakan dimana apa yang benar-benar kita inginkan dalam pikiran kita akan mengarahkan dan mengendalikan setiap tindakan kita, kemudian setiap tindakan akan membawa kita kembali menuju kepada apa yang memang benar-benar kita inginkan. Dan ini akan mampu mengatasi rasa frustasi akibat kita selama ini merasa terlalu banyak yang harus dikerjakan, dapat meningkatkan pencapaian dan kepuasan dimana selama ini kita selalu terus merasa gagal dan tidak puas, mengurangi stres akibat berbagai kerumitan di organisasi, dapat meningkatkan kualitas waktu pribadi dan keluarga dimana hal ini kadang selalu terkesampingkan dalam kerja-kerja di NGO, dan dapat memperbesar makna dan kebahagian hidup kita sendiri. Dasyat memang! Karena Cara Berpikir Selaras jika diterapkan dalam organisasi maka akan dapat membantu organisasi kita untuk meningkatkan produktivitas, motivasi dan bahkan meningkatkan moral orang-orang di organisasi. Bagi klien yang kita layani, kita akan mampu memberikan pelayanan yang lebih baik dan menetapkan tingkat kepuasan dan loyalitas yang lebih tinggi. Dan yang tidak kalah penting bagi diri kita sendiri dan orang lain yang sangat penting bagi kita (keluarga misalnya), cara berpikir selaras akan memberikan suatu proses yang membuat kita semakin akrab dengan cara yang menyenangkan.

Bagaimana melakukan cara berpikir selaras? Apa alat yang digunakan? Uraian dibawah merupakan rumusan dan formulasi yang saya ambil dari buku ”Aligned Thinking”.

Untuk melakukan ”cara berpikir selaras’ Anda paling tidak mesti mempunyai tiga pertanyaan utama yang mesti anda jawab dan jalankan, yaitu pertanyaan tujuan, pertanyaan fokus dan pertanyaan sekarang.


Pertanyaan Tujuan (pertanyaan pertama yang menyelaraskan)

Tanyakan pada diri Anda ”Apa yang benar-benar saya inginkan dari kehidupan dan pekerjaan (tujuan hidup Anda dan tujuan pekerjaan Anda).?” Jawablah dengan melihat nilai-nilai, keinginan dan kebutuhan Anda, lalu buat prioritas. Tinjau kembali tujuan anda setiap hari dan murnikan setiap tiga bulan.


Pertanyaan Fokus (pertanyaan kedua yang menyelaraskan)

”Dengan banyak opsi yang saya miliki, bagaimana saya tetap berfokus pada apa yang benar-benar saya inginkan?”

Sisihkan waktu 1 jam seminggu untuk periode fokus yang tetap. Beri waktu periode fokus barang 5 menit setiap hari di pagi hari dan 15 menit setiap minggu akhir pekan untuk meninjau kembali kemana anda ingin pergi dan merencanakan rutenya.

Tinjau kembali tujuan kehidupan profesional dan pribadi Anda setiap hari!

Jangan gunakan daftar tugas karena ini salah satu sumber frustasi kita ketika kita melihat daftar tugas yang sudah pasti banyak namun kita tidak mampu menyelesaikannya. Sebaiknya gunakan holding pen (daftar tampungan bermuatan tugas) yang memisahkan antara daftar tugas dan daftar prioritas. Setiap kali kita memikirkan sesuatu yang perlu dilakukan maka catatlah di holding pen (sebagai daftar tampungan tugas) kemudian cobalah untuk membuat daftar prioritas dari daftar tampungan tugas tersebut. Dalam daftar prioritas anda hanya akan mencantumkan hal-hal yang dapat secara masuk akal anda selesaikan hari ini atau minggu ini.

Hindari ”virus hanya prioritas bisnis”! Sertakan beberapa prioritas pribadi dalam agenda prioritas Anda!

Di pagi hari jujurlah tentang berapa banyak yang benar-benar dapat anda selesaikan dalam sehari, atau anda akan frustasi di malam hari karena ada tugas yang tidak bisa diselesaikan. Jadikan diri anda orang yang sukses setiap hari karena membuat daftar prioritas yang dapat anda capai dan selesaikan sesuai rencana. Anda pasti merasa puas!


Pertanyaan Sekarang (pertanyaan ketiga yang menyelaraskan)

Pertanyaan ini dibangun atas dasar pandangan bahwa masa lalu sudah berlalu dan masa depan belum ada di sini. Kita berada pada masa sekarang, satu-satunya hal yang kita kendalikan, bukan masa lalu yang sudah lewat atau masa depan yang belum ada. Tanyakan : ”Bagaimana saya mendapatkan hasil terbanyak dari satu-satunya hal yang saya kendalikan – tindakan-tindakan saya sekarang?” Untuk memudahkan kita dalam menjawab pertanyaan tersebut kita bisa pecah pertanyaannya menjadi tiga yaitu apa, mengapa dan bagaimana?

”Apa yang ingin saya lakukan sekarang untuk mendapatkan hasil terbanyak dari tindakan ini?” Agar anda benar-benar tahu apa yang ingin anda lakukan maka untuk menjawabnya anda mesti merumuskan ”hal yang terpenting sekarang bagi anda”. (Mesti merujuk kepada jawaban pertanyaan pertama yaitu berkenaan dengan tujuan hidup dan tujuan pekerjaan Anda).

”Mengapa saya ingin melakukan ini (hal terpenting) sekarang untuk mendapatkan hasil terbanyak dari tindakan ini?” Karena ”apa yang saya lakukan adalah apa yang benar-benar saya inginkan (maksudnya sesuai dengan tujuan hidup/pekerjaan Anda)?”

”Bagaimana saya ingin melakukan tindakan ini sekarang untuk mendapatkan yang terbanyak darinya?” Yaitu dengan cara melibatkan diri secara total dengan apa yang sedang anda lakukan sekarang dan dengan menyisihkan semua hal yang ”bukan merupakan hal penting sekarang” bagi anda. Ketika anda sedang istirahat misalnya lakukan secara total berfokus pada istirahat, ketika bekerja lakukan dengan total dalam pekerjaan, dst. Artinya apapun yang anda lakukan maka lakukanlah hal tersebut secara total dengan melihat ”hal terpenting sekarang” dan mengesampingkan ”hal-hal yang bukan hal terpenting sekarang.”


Bebaskan Diri Anda untuk Memilih Suatu Keputusan/ Tindakan

Dalam mengambil tindakan kadang Anda merasa terbebani dan tidak merasa bebas, padahal dalam berpikir selaras Anda mesti menjadi bebas dalam setiap tindakan. Dan untuk itu Anda mesti merubahnya yaitu dengan menanamkan pemahaman dan sikap kebebasan pada diri Anda dimana ”jika Anda memilih sesuatu yang mesti dilakukan (hasrat utama Anda) maka Anda mesti menerima kondisi yang dibutuhkan (prasyarat dan konsekuensinya)”. Artinya apapun pilihan Anda ada prasyarat dan konsekuensinya maka tetapkanlah untuk memilih dan menentukan sesuatu, terimalah ini sebagai sebuah kenyataan. ”Saya memilih hasrat utama saya, maka saya menerima kondisi yang dibutuhkan untuk itu”


Sekali lagi ”Berpikirlah dan Bertindaklah dengan Cara Berpikir Selaras”

1. Rumuskan tujuan hidup dan pekerjaan anda (apa yang benar-benar Anda inginkan dalam kehidupan Anda dan dalam pekerjaan Anda)!

2. Dalam setiap mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu, tanyakan : Apa ”Hal Terpenting saya Sekarang” berkenaan dengan Apa ”yang Benar-benar saya Inginkan” (tujuan hidup dan tujuan pekerjaa)?

3. Organisasikan dan abaikan semua hal yang ”bukan hal terpenting Anda”!

4. Terlibatlah secara total dalam ”Hal Terpenting Anda Sekarang” dengan fokus penuh.


Singkirkan interupsi dengan cara menjadikannya sebagai informasi baru. Dan ketika informasi baru tersedia, ulangi mulai dari point 2 diatas!

Selamat mencoba! Betapa nyamannya hidup yang lebih selaras, penuh makna dan memberikan kepuasan.

Friday, April 6, 2007

Rumah Impian WALHI Masa Depan!

Green Society Terminals atau kami menyebutnya G-Site!

Kemarin Rabu tanggal 4/4 kami merancang sebuah mimpi bagaimana WALHI Eksekutif Daerah masa depan. Kami bermimpi punya “rumah impian” yaitu sebuah rumah komunitas hijau yang kami beri nama G-Site (Green Society Terminals). Bayangannya adalah rumah impian atau G-Site ini akan menjadi “learning hub”, terminal belajar bersama dan corong bagi komunitas gerakan hijau (baik yang berasal dari para aktivis lingkungan, akademisi, mahasiswa-pelajar dan berbagai komunitas dan kelompok masyarakat lainnya yang peduli terhadap berbagai persoalan lingkungan) untuk memperjuangkan keadilan lingkungan melalui berbagai fasilitasi pertemuan, pengembangan ide dan konsep serta pengembangan data dan informasi. Dari rumah impian inilah energi gerakan lingkungan menjadi terus meluas untuk menularkan kebudayaan environmentalist.

G-Site yang memiliki luas keseluruhan lahannya kurang lebih 1000m3 terletak di lokasi yang strategis, dekat dengan jalan protokol sehingga mudah untuk diakses. Design bangunan dengan gaya rumah adat (di Kalsel ”rumah banjar”) dan dinding berwarna alam, interior etnik dari berbagai produk lokal dengan didominasi oleh bahan yang terbuat dari bambu menghiasi ruang indoor maupun outdoor. Energi yang digunakan berasal dari teknologi yang ramah lingkungan, menggunakan panel surya yang berkemampuan menghasilkan energi yang tinggi. Sampah dikelola dengan prinsip 3R (reduce, re-use dan recycle) dengan teknologi tepat guna. Dengan standart kebersihan yang tinggi ditambah dengan lingkungan luarnya yang asri maka rumah impian G-Site semakin memberikan kesan yang kuat sebagai pusat aktivitas gerakan lingkungan hidup dan rumah bagi komunitas hijau.

Sebagai terminal belajar bersama komunitas hijau, G-Site dilengkapi dengan fasilitas ”training center” dimana berbagai pelatihan untuk peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dilakukan, termasuk pelatihan kader anggota, green studient movement, sahabat Walhi dan berbagai aktivitas pembelajaran lainnya. Terdapat ”taman baca” yang menyediakan berbagai buku dan bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan isu lingkungan dan gerakan sosial. Di sudut kanan ada kedai hijau ”distro live style” yang akan menjual berbagai produk daur ulang dan ramah lingkungan, produk dari komunitas hijau dan berbagai merchandise kampanye WALHI. Ada ”kedai kopi nusantara” yang akan menyajikan berbagai kopi yang berasal dari berbagai daerah di nusantara dan kedai ini dilengkapi dengan fasilitas internet gratis. Setiap hari tidak kurang dari 50 pengunjung yang datang mulai dari hanya untuk bersantai, menikmati kopi nusantara sambil menjelajah ruang maya sampai dengan diskusi-diskusi kecil untuk membangun ide-gagasan bahkan membangun mimpi masa depan, menjadikan tempat ini sebagai sarana interaksi antar komunitas hijau yang cerdas dan produktif.

G-Site diinisiasi dan difasilitasi oleh WALHI tetapi kepemilikannya dimiliki secara bersama oleh publik. Dibangun secara bersama-sama untuk kepentingan bersama semua orang di komunitas hijau dan dapat digunakan oleh siapapun yang peduli terhadap persoalan lingkungan dan sosial kemasyarakatan lainnya. Dan G-Site sebagai rumah impian masa depan WALHI merupakan cikal bakal lahirnya puluhan, ratusan dan ribuan bahkan jutaan komunitas-komunitas impian peduli lingkungan yang bermartabat, mandiri dan sejahtera.

Memang ini baru sebuah mimpi, namun ini bukanlah mimpi yang kosong bukanlah angan-angan, ini adalah mimpi yang dibangun dari hasrat yang kuat, dari akumulasi kekuatan orang-orang yang memimpikannya, dari mimpi yang sudah diniatkan, mimpi yang dirancang untuk diwujudkan dan ......ini tidak akan terbendung.

Tuesday, January 9, 2007

Catatan 2006

"Pembangunan Berbuah Bencana"

Pengantar

Terjadinya banjir besar di empat kabupaten pada bulan Juni lalu kiranya cukup memberikan gambaran tentang bagaimana kondisi lingkungan hidup terutama kawasan hutan di Kalimantan Selatan yang mengalami degradasi cukup parah. Belum lagi selesai berbenah akibat dampak banjir tersebut, pada bulan Agustus sampai dengan bulan November masyarakat Kalsel dihadapkan lagi pada persoalan yang tidak kalah serius yaitu kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan terjadinya kabut asap dan berdampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan terutama bagi kesehatan manusia. Pada musim hujan banua ini mengalami musibah kebanjiran dan musim kemarau kita mengalami kekeringan, kebakaran hutan dan lahan yang berujung kepada bencana asap yang cukup menderitakan sebagian besar masyarakat kita.

Bencana banjir, kekeringan dan kabut asap yang terjadi pada tahun 2006 di banua ini jelas bukanlah karena faktor alam semata namun lebih kepada disebabkan oleh kesalahan manusianya yang salah urus dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan. Sebagaimana disebutkan oleh Kartodihardjo dan Jhamtani (2006), “Bencana pembangunan, terjadi sebagai gabungan faktor krisis lingkungan akibat pembangunan dan gejala alam itu sendiri, yang diperburuk dengan perusakan sumberdaya alam dan lingkungan serta ketidakadilan dalam kebijakan pembangunan sosial.” Pembangunan yang hanya menekankan kepada kepentingan ekonomi semata pada akhirnya telah mengamcam keselamatan keberlangsungan kehidupan rakyat. Dan ketika bencana telah datang, pertanyaan kita adalah siapa yang paling dirugikan akibat terjadinya bencana tersebut? Apakah para pejabat-penguasa, para pengusaha atau rakyat marginal kebanyakan?


Pembangunan Tak Berprespektif Lingkungan

Pembangunan ekonomi yang berlangsung selama ini telah menempatkan sumber daya alam hanyalah sebagai onggokan komoditi semata. Oleh karenanya eksploitasi terhadap sumberdaya alam dilakukan secara massif dan berlebihan dengan mengabaikan aspek ekologi-lingkungan, sosial dan kemungkinaan dampak bencana yang ditimbulkannya. Jikapun ada beberapa kebijakan dan pembangunan yang pro lingkungan namun tetap saja tidak mampu membendung laju kerusakan lingkungan yang terus berlangsung karena posisinya yang memang hanya dijadikan sebagai “alat pelengkap” saja agar kelihatan akomodatif dan bervisi berkelanjutan. Dan “pembangunan berkelanjutan” yang selama ini digandang-gadang oleh pemerintah ternyata pada kenyataannya masih tetap mengedepankan kepentingan ekonomi (jangka pendek) ketimbang keberlanjutan kehidupan itu sendiri. Hanya “pembangunannya” yang terus berlanjut sedangkan keberlangsungan perikehidupannya terabaikan. Eksploitasi sumberdaya alam yang dilakukan sudah melebihi daya dukung lingkungan yang ada dan melampaui ambang batas.

Berbagai kebijakan pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat cenderung mempermudah jalan bagi terlaksananya eksploitasi yang massif tanpa memperhitungkan keseimbangan lingkungan. Kawasan-kawasan hutan yang semestinya dilindungi dan berfungsi sebagai kawasan penyangga justru di eksploitasi dengan diberikannya izin pertambangan di kawasan hutan lindung, padahal hampir 50% hutan di Kalsel telah mengalami deforestasi. Kapasitas terpasang industri perkayuan di Kalsel yang besarnya melebihi 3 juta m3 pertahun jelas sangat jauh melebihi kemampuan daya pasok hutan alam yang ada secara lestari. Berdirinya industri kayu serpih (chip mill) di desa Ale-ale kecamatan Tanjung Seloka kabupaten Kotabaru dan rencana pembangunan industri bubur kertas (pulp) di desa Sungai Cuka kecamatan Satui kabupaten Tanah Bumbu dengan kapasitas industri sebesar 600 ribu sampai dengan 1 juta ton pertahun justru akan semakin menambah gap antara suply dan demand terhadap kayu sehingga pemenuhan kebutuhannya akan mengancam lingkungan dan hutan alam yang ada. Kawasan pegunungan Meratus sebagai bagian yang terpenting dalam menjaga kestabilan lingkungan hidup di Kalsel dan merupakan “benteng pertahanan terakhir” terus dibabat dan digusur keberadaannya baik oleh aktivitas pembalakan kayu maupun oleh aktivitas pertambangan legal dan illegal. Ditambah dengan terbitnya ratusan izin Kuasa Pertambangan Batubara (KP) dan puluhan izin PKP2B (terdapat lebih dari 300 izin pertambangan di Kalsel), 3 HPH aktif, 4 IPK aktif, 6 HTI aktif dan 46 izin perkebunan skala besar maka lengkaplah sudah potret pembangunan yang tidak berprespektif lingkungan.
Menuai Bencana
Bulan Juni 2006 lalu banjir telah menyapu empat kabupaten yaitu Kab. Banjar, Tanah Laut, Tanah Bumbu dan Kotabaru. Dengan korban 12.2048 jiwa, 9 orang meninggal dunia, ribuan ha sawah terendam, ribuan rumah terendam, ratusan km jalan mengalami kerusakan dan kerugian total akibat bencana tersebut Rp. 146,457 milyar. (Sumber Presentasi Wagub Kalsel 2006). Ini baru yang terdata oleh pemerintah, bagaimana dengan yang tidak tercatat dan kerugian sosial lainnya, saya yakin realitasnya jauh lebih besar.

Kemudian tidak berselang lama, bulan Agustus terjadi kebakatan hutan dan lahan. Kabut asappun mulai menjadi masalah dan puncaknya pada bulan november 2006. Menurut kepada Dinkes Kalsel Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Oktober 2006 memperlihatkan kandungan partikulat (PM 10) sangat tinggi hingga mencapai 640 u/m3, padahal batas standar sehat hanya 150 u/m3 artinya kondisi udara sudah tidak sehat. Lebih lanjut menimbulkan beberapa penyakit seperti ISPA, Iritasi mata, Iritasi kulit, dan ganguan kejiwaan bagi masyarakat. Dan selain berdampak terhadap kesehatan manusia kabut asap juga berdampak terhadap berbagai aktivitas seperti memacetkan arus trasportasi (air, darat dan udara), sekolah yang mesti diliburkan, menghambat aktivitas diluar rumah/ ruangan dan jelas menggangu berbagai aktivitas perekonomian dan sosial masyarakat lainnya.
Dari fenomena bencana yang terjadi, aspek penting untuk diperhatikan adalah pola perusakan ekologi, pola iklim dan penanganan yang dilakukan oleh pemerintah. Pada musim kemarau kita selalu kekurangan air dan pada musim hujan kita kebanjiran, ini mengindikasikan bahwa semua infrastruktur yang dibuat untuk merekayasa lingkungan telah gagal, karena sumber masalah tidak ditangani dengan sungguh-sungguh. Krisis demi krisis akibat salah urus ini kemudian berujung pada bencana ekologis yang kian nyata terlihat.
Bencana banjir, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan dan kabut asap tidak hanya dilihat dari proses alamiah dan dampaknya secara insedentil, tetapi juga dilihat dari faktor pendukung lainnya dan akar penyebabnya. Sebagai manusia yang di karunia akal dan pemikiran mestinya harus ada upaya-upaya preventif dan maksimal dalam menghadapi bencana tersebut. Namun hampir di setiap bencana respon dan penanganan bencana terasa lambat dan jalan ditempat. Pemerintah dalam hal ini tidak memaksimalkan lembaga-lembaga yang memiliki fungsi dan peranan dalam menghadapi bencana-bencana tersebut. Belum lagi kalau kita berbicara tentang pola penanggulangan bencana ataupun pengelolaan resiko bencana, hampir tidak ada upaya transformatif untuk menciptakan perubahan kondisi tersebut. Padahal kita memiliki orang-orang yang mumpuni dalam bidang tersebut.

Jika kita cermati penanganan bencana di Kalsel dilaksanakan dengan pendekatan konvensional dan dilakukan dengan mekanisme eksternal. Rencana kegiatan penanggulangan bencana (pada tahap-tahap prevensi, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, rehabilitasi, rekontruksi) yang tertuang pada keputusan Menko Kesra, terlihat memposisikan masyarakat sebagai obyek. Jika kita telusuri, ada pemahaman yang kurang tepat tentang bencana tersebut. Bencana selama ini umumnya oleh pemerintah dianggap sebagai gangguan terhadap proses pembangunan yang normal, kejadian yang berdiri sendiri, tidak serta merta (hubungan sebab akibat), sehingga penanganannya pun hanya bersifat darurat. Pemahaman yang kurang tepat ini tentunya berpengaruh pula terhadap pola penanganan bencana. Pola emergency action yang selama ini di pakai hanya bertujuan untuk memperbaiki situasi menjadi sebelum terjadi seperti bencana, sehingga dana yang dikeluarkan pun dari tahun ketahun cenderung meningkat. Sementara upaya penanganan jangka panjang dalam bentuk pengelolaan resiko bencana (Disaster Management Risk) sebagai upaya kesiapan dan minimalisir dampak akibat bencana kurang mendapat perhatian. Pemerintah belum mampu menjamin dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik, aman, nyaman dan sehat.

Sebenarnya bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif atas komponen ancaman (hazard) yang berupa potensi akan terjadinya kejadian (fenomena) alam dan atau buatan di satu pihak, dengan kerentanan (vulnerability) komunitas di pihak lain. Bencana terjadi apabila komunitas mempunyai tingkat kemampuan yang lebih rendah dibanding dengan tingkat ancaman yang mungkin terjadi padanya. Ancaman menjadi bencana apabila komunitas rentan, atau memiliki kapasitas lebih rendah dari tingkat bahaya tersebut, atau bahkan menjadi salah satu sumber ancaman tersebut.


Penutup

Dari berbagai kejadian bencana banjir, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan serta kabut asap yang terjadi pada tahun 2006 tersebut jelas sekali memperlihatkan bahwa pengelolaan sumberdaya alam yang tidak bijaksana adalah penyebab utamanya. Disamping itu juga kegiatan dan perencanaan pembangunan yang dilakukan sama sekali tidak memperhitungkan dampak yang akan terjadi serta tidak mengakomodir resiko bencana yang mungkin terjadi (tanpa ada Managemen Risiko), dimana pencegahan bencana bukan menjadi bagian dari suatu proses pembangunan, sehingga yang dilakukan bukan pencegahan tetapi justru lebih pada penanganan bencana. Padahal apabila perencanaan suatu kegiatan pembangunan digabungkan dengan Risk Management maka dalam perencanaan pembangunan sudah diperhitungkan segala kemungkinan yang terjadi apabila ada kegiatan pembangunan atau pemanfaatan SDA disuatu kawasan.

Juga terlihat jelas bahwa pengambilan manfaat dari sumberdaya alam tidak memperhitungkan dampak secara ekologi serta sosial. Pengambilan manfaat atas SDA yang dilakukan secara tidak bijak ini berdampak buruk terhadap semua aspek kehidupan. Pembangunan yang salah kaprah telah menyebabkan berbagai degradasi dan kerusakan lingkungan. Krisis ekologi terjadi dan berujung kepada terjadinya bencana dan akhirnya berlanjut kepada semakin terpuruknya tatanan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, kemiskinan, pengungsi, ketidakberdayaan, wabah penyakit, meningkatnya kejahatan dan konflik serta penyakit sosial lainnya.

Jika kita saat ini telah menuai bencana yang merupakan buah dari pembangunan selama ini, maka patut kita untuk bertanya kembali bahwa pembangunan itu sebenarnya untuk apa dan untuk kepentingan siapa?