Saturday, October 18, 2008

Berbagi Energi Melawan Tambang

Pontianak, Jumat-Sabtu, 17-18/10/2008, ikut workshop advokasi tambang Kalimantan. Sebuah pertemuan untuk berbagi pengetahuan dan informasi seputar isu pertambangan, berbagi pengalaman dalam melakukan advokasi tambang di Kalimantan dan sekaligus membuat perencanaan bersama. Cukup menyenangkan bisa berbagi dan menerima, sebuah proses yang seharusnya alamiah dalam kehidupan kita, saling mengalirkan energi. Apalagi jika kita mampu mengelolanya dengan baik maka proses berbagi dan menerimanya akan lebih bermakna. Dan dalam konteks workshop kali ini diharapkan mampu memperkuat kapasitas kolektif gerakan sosial dan lingkungan hidup di Kalimantan, dalam membangun gerakan perlawanan terhadap kegiatan eksploitasi pertambangan yang merusak dan menindas.

Tentu tidak akan "bim salabim abrakadaba" karena proses inipun mesti terus mengalir energinya menjadi energi spirit yang seharusnya mampu menemukan ide-ide dan gagasan-gagasan kreatif dalam menjawab berbagai tantangan persoalan pada isu pertambangan ini.

Bicara soal tambang itu sendiri, Kalimantan merupakan wilayah yang cukup kaya akan sumberdaya mineral ini sehingga menjadi incaran para pemilik modal dan negara lainnya. Sayangnya selama ini sumberdaya tambang ini tidak dikelola dengan baik. Eksploitasi pertambangan di Kalimantan tidak mampu menjamin keselamatan hidup rakyat, keberlanjutan produktivitas rakyat dan keberlanjutan jasa pelayanan alam demi menopang keberlangsungan dan keberlanjutan kehidupan. Sebagian besar hasil tambang dari pulau ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri bukan untuk memenuhi kebutuhan warga. Seperti batubara lebih dari 70% diekspor sementara kita didalam negeri kekurangan sumber energi batubara ini untuk memenuhi kebutuhan listrik belum lagi kebutuhan energi lainnya.

Eksploitasi pertambangan yang dilakukan selama ini menimbulkan berbagai dampak negatif yang cukup parah, seperti :
1. Mengubah morfologi dan fisiologi tanah (tata guna tanah)
2. Merusak lingkungan, karena :
- Tanah subur hilang
- Vegetasi dibabat sehingga daerah menjadi gundul, maka mudah terkena erosi dan longsor
- Flora dan fauna rusak, sehingga ekologinya rusak
- Mencemari sungai
- Polusi suara
- Polusi udara (debu material atau karena transportasi)
3.Menimbulkan permasalahan atau kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya

Sudah banyak fakta-fakta tentang bagaimana buruknya pengelolaan sumberdaya tambang di negeri ini begitu pula berbagai dampak buruk yang ditimbulkannya seperti bencana banjir yang intensitas maupun skalanya terus meningkat dan meluas di pulau ini. Akankah kita biarkan begitu saja. Hari ini di Pontianak WALHI se-Kalimantan menegaskan kembali untuk menyatakan "perang" terhadap praktek pertambangan yang merusak lingkungan dan menyengsarakan kehidupan rakyat. Dan akan terus melakukan perlawanan dengan cara melakukan penguatan kemampuan rakyat di akar rumput menuju rakyat yang kritis, terus melakukan kampanye baik di tingakt lokal, nasional maupun internasional dan melakukan berbagai upaya advokasi kebijakan.

Berbagi energi untuk menguatkan perlawanan. Selamat bekerja kawan-kawan WALHI di Kalimantan!

Salam Lestari

Wednesday, April 2, 2008

WALHI Institute

WALHI sebagai organisasi advokasi lingkungan berbasis massa diharuskan memiliki tiang penyangga organisasi yang kuat, utamanya kekuatan Kader, komunitas-komunitas peduli lingkungan dan organisasi rakyat. Kader massa WALHI harus memiliki kapasitas menggerakkan dan memimpin gerakan advokasi lingkungan hidup. Komunitas dan Organisasi Rakyat sebagai sebuah organ WALHI di tingkat basis, juga harus memiliki struktur yang efektif dan efisien guna menggerakkan basis massa.

Dalam pencapaian kondisi tersebut, maka penting untuk segera mewujudkan WALHI Institut, sebagai wadah kolektif pengembangan kapasitas Kader WALHI dan organ-organ WALHI. WALHI Institue menjadi kolektif knowledge management yang bertugas untuk mentransformasikan pengetahuan dan kapasitas kader WALHI. WALHI Institute juga bertugas untuk mereproduksi pengetahuan dan pembelajaran gerakan WALHI saat ini sebagai sebuah bahan belajar bagi pengembangan gerakan WALHI di masa kemudian. Misalnya pengalaman mengorganisir, kampanye, lobby, dan lainnya, yang telah menjadi sebuah pengetahuan baru di lapangan hingga saat ini belum menjadi sebuah konstruksi baru bangunan gerak pengetahuan masa datang.

WAHLI Institute dibentuk pada tingkat nasional dan regional dengan kekhasan pada masing-masing regional sebagai kapasitas utama yang dikembangkan pada tingkatan regional, dengan tetap berisikan pengembangan kapasitas dasar kader dan Organ WALHI. WALHI Institute mengelola pengetahuan dan mentor yang terpilih untuk kemudian melakukan pengembangan modul dan metodologi pendidikan.

Pengembangan WALHI Institute dilengkapi dengan unit pendukung WALHI lainnya yang dikelola oleh WALHI secara kolektif, di tingkat nasional dan wilayah, guna mendukung kerja-kerja WALHI. Unit pendukung meliputi Sistem Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi (meliputi database kader, wilayah advokasi, kerja kampanye, perkembangan kasus, kebijakan), Perpustakaan (referensi, buku, kajian), Riset dan Media Center yang akan mengembangkan media lingkungan yang bertiras nasional.

Tuesday, April 1, 2008

WALHI Didukung Publik

Bayangan saya di tahun 2012 (jika usulan periode kepengurusan 4th/periode disetujui oleh PNLHX), WALHI akan didukung oleh paling tidak 3.120.000 orang masyarakat Indonesia.

Dimana setiap ED ditambah minimal 5 anggotanya di daerah akan merekruit trainer untuk melakukan training community organizer untuk membangun dan memperluas gerakan akar rumput. Ada 26 ED maka kita akan memiliki 130 trainer yang terdiri dari pria dan wanita.

130 orang trainer akan melakukan rekruitment 20 orang CO melalui kegiatan pelatihan setiap bulan selama 10 kali dalam setahun maka kita akan mendapatkan 26.000 CO/thn sama dengan 104.000 CO dalam 4 tahun.

Setiap kader CO diharapkan membentuk atau mengorganisir minimal 30 orang anggota masyarakat baik dari kalangan pelajar, mahasiswa, masyarakat korban, masyarakat adat dan kelompok-kelompok peduli lainnya. 104.000 orang CO x 30 maka WALHI sudah menjangkau 3.120.000 orang dalam 4 tahun.

Jika setiap orang mendonasikan Rp.1000 perak saja dalam setiap bulan maka nantinya akan terkumpul dana Rp. 3.120.000.000/bln x 12 bln = Rp. 37.440.000.000/tahun. Jika kita mau ambil angka pesimisnya semisal 50% saja maka WALHI akan mendapatkan suntikan dana dari publik sebesar Rp.18.720.000.000/thn.

Monday, March 31, 2008

Membangun Kultur WALHI yang Kuat

Kultur Kader WALHI yang progresif dan disiplin diperlukan untuk mendukung gerak WALHI. Kader WALHI merupakan tiang penyangga pola gerak WALHI menjadi penting untuk menuju sebuah kultur yang benar-benar menyatu dalam pola geraknya. Organ dan struktur WALHI berada pada pola gerak yang fleksibel namun tetap berada pada sebuah kerangka kerja yang sistemik untuk mampu menjadi sebuah bagian kuat tak terpisahkan dalam pola geraknya.

Budaya kerja dibangun dengan mengedepankan adanya pola komunikasi dan interaksi yang elegan, sehat dan saling melayani diantara para aktivis Walhi yang menempatkan semua orang sebagai makhluk sosial. Bukan budaya kerja yang dibangun dibawah manajemen kerja yang kaku dan mengandalkan job diskripsi semata. Penghargaan diberikan kepada mereka yang berprestasi dan punishment diberikan dengan tegas kepada mereka yang telah terbukti melakukan pelanggaran melalui mekanisme yang ada.

Nilai-nilai dasar ke-WALHI-an mesti diterjemahkan lebih jauh kedalam bentuk panduan umum prilaku organisasi dan para aktivis WALHI. Hal ini untuk memperjelas dan mempertegas sikap, posisi dan langkah gerak WALHI yang dicerminkan dari sikap dan prilaku organisasi dan para aktivisnya. Publik akan mudah membedakan antara WALHI dengan segala apa yang diperjuangkannya dengan kelompok pegiat lingkungan lainnya yang kadang justru merugikan bagi pencitraan WALHI di mata publik. Diharapkan hal ini nantinya akan mampu mendorong adanya prilaku organisasi dan para aktivis WALHI yang mencerminkan kepada ideologi keWALHIanya. Artinya ideologi bukan hanya pada tataran pengetahuan yang selalu diperdebatkan semata namun ideologi mesti menjadi acuan prilaku organisasi dan para aktivisnya.

Sunday, March 23, 2008

Lagi, Tentang WALHI

Memperjelas Struktur Gerak WALHI

Dalam kerangka mempercepat pencapaian visi WALHI, maka struktur gerak WALHI harus dilalui dengan proses perencanaan strategis dari tingkatan terendah hingga di eksekutif nasional. Perencanaan strategis nasional merupakan akumulasi dari perencanaan strategis yang dibuat di tingkatan lokal.

Pembagian peran WALHI di tingkat nasional dan daerah dipertegas. Eksekutif Nasional WALHI melakukan kerja-kerja advokasi tingkat nasional dan internasional yang merupakan hasil rajutan dari kerja-kerja yang dilakukan di tingkat basis massa rakyat, organisasi anggota dan eksekutif daerah; asistensi dan penguatan kerja-kerja di tingkat lokal; penggalian sumberdaya pendukung gerakan.

Pada beberapa kerja advokasi tingkat nasional dan internasional, EN WALHI dapat mendistribusikan kerja-kerja (yang disertai dengan perangkat pendukungnya) pada tingkatan region melalui dinamisator region. Peran EN WALHI dalam advokasi adalah pada isu-isu yang strategis dan non sektoral, pengawalan terhadap kebijakan (hukum dan perundangan) nasional dan internasional, serta berhubungan dengan tanggung jawab negara.

Organ-organ gerak WALHI, baik organisasi massa rakyat, organisasi anggota, maupun dinamisator daerah dan region kepulauan, dikuatkan secara kolektif. Distribusi kekuatan pendukung, baik logistik material maupun kapasitas pegiat lingkungan hidup, harus terdistribusi dengan baik pada berbagai tingkatan organ WALHI.

Thursday, March 20, 2008

WALHI, Kerja Kolektif dan Terpimpin

Hilangnya sumber-sumber kehidupan rakyat dan semakin meningkatnya kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh sebuah sistem kapitalistik yang sistemik dan terstruktur, mengharuskan WALHI menggunakan pola kerja yang sistemik dan terstruktur pula, dengan melakukan inovasi dalam proses advokasi yang dilakukan. 400an anggota WALHI yang ada saat ini harus digerakkan secara bersama untuk menyelamatkan sumber-sumber kehidupan rakyat dan lingkungan hidup. Kondisi lokal yang beragam menjadi sebuah kekuatan dalam gerakan sosial dan politik lingkungan hidup yang dibangun oleh WALHI namun tetap mesti terorganisir dan terpimpin.

Pencapaian target yang tertuang dalam Rencana Strategis WALHI 2008-2010 yang akan dikonkretkan melalui mandat PNLH X nanti mesti dilakukan melalui kerja-kerja kolektif yang terstruktur. Meletakkan kembali kepercayaan pada basis massa dalam menuju perubahan adalah suatu keharusan. Gerak massa kolektif dan terpimpin akan memberikan perubahan nyata bagi kebutuhan kehidupan rakyat. WALHI mesti mampu mendayagunakan segenap potensi organisasi, para pendukung dan basis massanya.

Wednesday, March 19, 2008

PP No.2 Tahun 2008, Menggadaikan Keselamatan Hidup Rakyat

Satu lagi kebijakan rezim SBY-JK yang dengan tanpa malu-malu telah menggadaikan keselamatan hidup rakyat Indonesia. Betapa tidak, kawasan hutan lindung yang mestinya dijaga dan dilindungi agar tetap bisa berfungsi sebagai kawasan ekosistem penyangga dan tempat bergantung keberlangsungan kehidupan jutaan rakyat Indonesia bisa dilepas begitu saja kepada perusahaan tambang untuk dieksploitasi hanya dengan biaya Rp.300,- per meter persegi pertahun atau tidak lebih dari harga sepotong pisang goreng. Sungguh ironis memang, ditengah berbagai kejadian bencana ekologis seperti banjir dan tanah longsor yang terus meluas dan semakin meningkatnya kesadaran publik akan pentingnya penyelamatan hutan dan lingkungan hidup, rezim SBY-JK justru bertindak sebaliknya dengan membuka ruang yang besar bagi pertambangan dikawasan hutan dengan menerbitkan PP No. 2 tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan Diluar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Departemen Kehutanan.


Ancaman Bagi Keselamatan Hidup Rakyat
Apa jadinya jika kawasan hutan lindung sebagai basis pertahanan ekologi terakhir yang berfungsi sebagai kawasan penyangga yang berperan dalam menjaga keseimbangan iklim, mengatur tata air yang dapat menampung air, mengendalikan erosi dan mencegah banjir dan sumber keanekaragaman hayati yang tinggi dikeruk dan ditambang? Tentunya kita akan menghadapi ancaman bencana ekologis yang semakin besar baik dalam skala maupun intensitasnya. Dalam hal ini keselamatan dan keamanan hidup rakyat tidak pernah diperhitungkan oleh pemerintah hanya demi meraup ”tambahan pendapatan negara” dimana hasilnyapun disangsikan bisa berkontribusi bagi kemajuan bangsa apalagi bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Selain bencana ekologis dampak dari adanya PP No.2 tahun 2008 ini juga potensial menimbulkan meluasnya skala konflik baik konflik vertikal antara rakyat yang bermukim dikawasan dan sekitar hutan dengan pemerintah dan perusahaan tambang maupun konflik horizontal yang terjadi diantara rakyat itu sendiri. Lebih jauh PP No.2 tahun 2008 ini akan mengancam tatanan sosial-budaya, ekonomi dan politik masyarakat adat/ lokal sebagai konsekuensi dari bentuk tata kelola hutan dan sistem pertambangan saat ini yang mengabaikan nilai-nilai, hak dan kepentingan masyarakat.

Cerminan Ketidakadilan
Siapa kiranya yang paling diuntungkan dari adanya PP No.2 tahun 2008 ini? Tentu pihak yang paling diuntungkan adalah kelompok bisnis dalam hal ini perusahaan tambang dimana mereka mendapatkan kemudahan akses, legalitas formal dari pemerintah dan keuntungan yang cukup besar dari hasil tambang dengan biaya yang murah. Lantas rakyat kebanyakan yang mayoritas kehidupannya diambang garis kemiskinan mendapatkan apa?
Jargon bahwa pertambangan mensejahterakan rakyat sampai saat ini tidak terbukti karena yang terjadi adalah justru berlangsungnya penomena ”kutukan sumberdaya” dimana negara/ wilayah-wilayah kaya akan sumberdaya alam kebanyakan penduduknya miskin. Sementara praktek pertambangan itu sendiri selama ini telah banyak mengusur ruang hidup dan wilayah kelola rakyat, merusak hutan dan menghilangkan keanekaragaman hayati, mencemari sumber air dan lingkungan yang menyebabkan terjadinya kemiskinan baru di wilayah sekitar tambang.

Di Kalimantan Selatan sendiri berdasarkan catatan WALHI Kalsel saat ini terdapat lebih dari 400an izin konsesi pertambangan batubara termasuk puluhan PMA (Penanam Modal Asing), 1 PMA tambang emas, 1 PMA tambang intan dan beberapa tambang marmer dan bijih besi. Dari itu semua paling tidak tercatat 142.523 Ha masuk dalam kawasan hutan lindung dan 403.335 Ha masuk dalam kawasan hutan produksi. Catatan tersebut belum termasuk beberapa izin yang masih antri di pemerintahan kabupaten dan siap ditindaklanjuti apalagi dengan dikeluarkannya PP No.2 tahun 2008 tersebut.

Ditengah semaraknya eksploitasi pertambangan yang dipromosikan menghasilkan devisa bagi negara, sebesar 31,22% atau sejumlah 994.956 jiwa rakyat Kalimantan Selatan pada tahun 2007 berada dibawah garis kemiskinan. Data BPS (2007) menunjukkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menempatkan Kalsel berada pada urutan ke 26 dari 33 propinsi di Indonesia. Intensitas dan skala bencana banjir terus meningkat dan hampir terjadi di seluruh kabupaten di Kalsel, apalagi jika hutan lindung sebagai benteng pertahanan ekologi terakhir juga ikut ditambang maka niscaya rakyat Kalsel mesti siap-siap untuk selalu menghadapi bencana yang lebih besar. Gambaran umum ini sudah cukup menunjukkan bahwa industri pertambangan saat ini tidak dikelola dengan orientasi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat apalagi memenuhi standar pengelolaan lingkungan hidup yang baik.

Kembali Kepada Mandat Rakyat
Diterbitkannya PP No.2 tahun 2008 ini semakin menegaskan akan watak rezim pemerintahan yang kapitalistik dan tidak berpihak kepada kepentingan lingkungan dan rakyatnya. Alasan untuk menambah pendapatan negara mestinya tidak dijadikan argumen untuk takluk dan tunduk dibawah kepentingan kelompok bisnis dalam hal ini para pengusaha tambang dan terutama sekali kelompok perusahaan internasional atau Multi National Corporation (MNC). Saatnya negara ini berdaulat secara politik, ekonomi dan budaya dengan mengembalikan arah pembangunan yang berpihak kepada kepentingan rakyat dan lingkungan sesuai dengan mandat konstitusi UUD 1945 yang menempatkan kesejahteraan, harkat dan martabat rakyat sebagai orientasi dari seluruh pembangunan bangsa ini. Dan untuk itu dalam hal PP No.2 tahun 2008 maka sudah selayaknya pemerintahan SBY-JK bersegera mencabut kebijakan tersebut sebelum kuasa rakyat mencabut mandat terhadap mereka.

VISI DAN MISI sebagai Kandidat WALHI1

Dalam merumuskan visi misi ini saya tetap mengacu kepada visi misi dan mandat organisasi karena cita-cita organisasi bukan dibangun hanya atas kehendak pemimpinnya semata. Tugas pemimpin WALHI adalah bagaimana memajukan organisasi dan memastikan berjalankan visi misi dan mandat organisasi yang telah dirumuskan bersama konstituen dalam forum-forum resmi WALHI secara demokratis dan partisipatif.
Visi misi pemimpin mengelaborasi berbagai cita-cita dan mimpi para konstituennya dengan melihat kondisi obyektif yang ada kedalam visi misi praktis-nya terhadap organisasi yang dipimpinnya.

Visi Praktis Terhadap WALHI

Sebagai organisasi jaringan advokasi lingkungan hidup tertua dan terbesar di Indonesia WALHI kedepan mesti memantapkan diri lebih maju bukan hanya sebagai lokomotif gerakan lingkungan tetapi lebih jauh lagi mampu menjadi lokomotif gerakan sosial, dan untuk itu Visi saya terhadap WALHI kedepan adalah Mewujudkan organisasi WALHI mampu mendorong isu lingkungan hidup menjadi agenda utama perubahan sosial di Indonesia.


Misi
Dalam mewujudkan organisasi WALHI mampu mendorong isu lingkungan hidup agar menjadi agenda utama terjadinya perubahan sosial di Indonesia, saya memberi focus kepada 3 prasyarat yang mesti dipenuhi yaitu : kekuatan rakyat; kekuatan organisional WALHI; dan kekuatan hukum dan kebijakan yang berpihak kepada kepentingan rakyat dan lingkungan.

Misi 1
Agar gerakan WALHI ditopang oleh kekuatan rakyat, saya menetapkan misi untuk Menjadikan organisasi WALHI menjadi organisasi lingkungan yang berbasis komunitas (gerakan akar rumput) dengan cara menciptakan kader-kader WALHI yang mampu melakukan pengorganisasian dan membangun komunitas-komunitas peduli lingkungan yang tersebar di seluruh Eksekutif Daerah WALHI.

Misi 2
Pertarungan-pertarungan terbesar persoalan lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya alam akan terjadi di daerah-daerah dimana para Eksekutif Daerah (WALHI Daerah) beraktivitas sehingga untuk itu daya dobrak WALHI kedepan mesti ditopang oleh WALHI Daerah yang kuat. Oleh karena itu misi kedua saya adalah memperkuat kapasitas dan kemandirian WALHI Daerah. Dan ini akan terjadi jika kebijakan Eksekutif Nasional mampu memfasilitasi transpormasi pengetahuan dan kapasitas yang berasal dari seluruh komponen WALHI dan menempatkan WALHI-WALHI di daerah sebagai pusat aktivitas perjuangan yang dilakukan. Kemampuan dan daya dobrak organisasi ini akan kuat secara nasional jika WALHI Daerah kuat dan lebih mandiri.

Misi 3
WALHI menyadari bahwa dalam mewujudkan cita-citanya jalan yang selama ini ditempuh melalui gerakan sosial-advokasi semata ternyata tidaklah cukup mampu mengubah kebijakan negara dan situasi sosial-ekonomi-politik yang berwatak neolib yang menguras dan menindas kearah keberpihakan kepada kepentingan lingkungan dan kepentingan rakyat. Sehingga untuk itu pada PNLH IX di Mataram tahun 2005 yang lalu WALHI memutuskan untuk membangun sebuah kekuatan organisasi politik diluar tubuh WALHI yang akan memperjuangkan cita-cita WALHI melalu ranah politik praktis yang dalam perjalanannya lahirlah yang namanya Sarekat Hijau Indonesia. WALHI sendiri tetap sebagai organisasi penekan (pressure groups) yang independen.
Dua organ ini mesti berjalan sinergis untuk saling memperkuat sehingga mampu mendorong terjadinya perubahan sosial-politik kedepannya sebagaimana yang dicita-citakan dan ini mesti terkawal dengan baik jika kita tidak ingin gerakan yang kita bangun selama ini menjadi mundur kembali. Untuk itu misi ketiga saya adalah Memperkuat gerakan politik lingkungan melalui sinergisitas gerakan sosial yang dibangun oleh WALHI dengan gerakan politik yang dibangun sayap politik WALHI yaitu Sarekat Hijau Indonesia.

Friday, February 15, 2008

Bagaimana Membuat PNLH X WALHI Menjadi Tidak Biasa

Saya membayangkan bagaimana proses suksesi pada PNLH X WALHI menjadi alat bagi pendidikan politik organisasi ini dan penyebarluasan gagasan yang mau ditawarkan WALHI kepada publik. Bagaimana caranya?

Karena kerja WALHI adalah kerja tim (kolektif), maka diharapakan para kandidat EN dari sekarang sudah menyiapkan ”ancang-ancang” tim (kabinet) yang akan memperkuat kerja-kerjanya kedepan. Dalam melakukan rekruitment tim tersebut, sebaiknya kandidat menghindarkan pilihan atas dasar suka tidak suka atau berdasarkan konsesi dukungan namun lebih didasarkan kepada kebutuhan dan kapasitas orang yang akan direkrut tersebut termasuk loyalitas terhadap gerakan yang diusung WALHI. Harapannya jika semua ini sudah dipersiapkan sebelum PNLH maka siapapun kandidat yang terpilih akan bisa segera ”on track” menjalankan kepengurusan dan bisa menghemat waktu hanya untuk urusan yang beginian.

Kemudian, sebaiknya para kandidat baik kandidat EN maupun DN melakukan kunjungan (canvasing) dengan difasilitasi oleh organisasi ke beberapa daerah untuk bertemu dengan anggota yang ada di daerah tersebut (tidak mesti ke semua daerah dan di beberapa daerah lainnya bisa juga diwakilkan kepada juru bicaranya). Hal ini dimaksudkan bukan semata untuk meraih dukungan suara tetapi agar terjadi komunikasi gagasan dan konsep untuk bagaimana membangun dan memajukan WALHI kedepan. Kandidat akan menyampaikan konsep dan gagasannya untuk mendapatkan umpan balik dari para anggota. Selain itu juga para kandidat dapat menangkap berbagai pandangan dan ekspektasi yang berkembang di anggota terhadap WALHI kedepan. Harapannya dengan terjadinya komunikasi tersebut maka akan terbangun kesepamahan bersama terhadap apa yang akan dilakukan kedepan dan jika kandidat tersebut terpilih maka tentunya akan mempermudah jalannya organisasi ini karena banyak orang sudah paham bahwa organisasi ini akan dibawa kemana dan seperti apa. Dengan demikian kandidat terpilih bisa segera ”on track” menjalankan konsep dan gagasannya.

Suksesi PNLH bisa juga dibuat untuk menyebarluaskan gagasan dan konsep WALHI dalam menjawab persoalan lingkungan hidup kepada publik. Caranya adalah dengan menghadirkan para kandidat di forum-forum publik dan pertemuan dengan kelompok-kelompok masyarakat sipil utama lainnya, tokoh dan pejabat publik yang relevan seperti DPR RI dan DPD. Selain membuat prakondisi bagi para kandidat dalam berinteraksi dengan kelompok-kelompok utama diluar juga agar ”pesan” WALHI bisa sampai kepada mereka melalui para kandidat tersebut.

Aktivitas tersebut sekaligus melatih para kandidat dalam meningkatkan kapasitasnya berkomunikasi kepada publik dan ini mesti menjadi tradisi dalam setiap suksesi PNLH-nya WALHI. Dan dengan demikian maka ajang suksesi PNLH bukan hanya sekedar ajang ”elektoral vote” semata namun juga sebagai alat bagi pendidikan politik kader pemimpin WALHI dan penyebarluasan konsep dan gagasan WALHI terhadap persoalan lingkungan kepada publik.