Saturday, October 9, 2010

Tuliskan Saja

eiruqtjndfnv'orfdgkh
flkhgklgha
gmfdnytrohq[4onvnjdad
mkdnfkjadbfkjdh
jfdhfahdhjhhjf4

Saturday, March 27, 2010

REDD Lagi! Diskusi WALHI Institute

Mendiskusikan REDD (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation) seperti sebuah keniscayaan jika kita bicara soal perubahan iklim karena isu ini terus didorong baik oleh dunia internasional, pemerintah maupun kelompok NGO. Walaupun sampai detik inipun apa itu REDD adalah sesuatu yang masih diperdebatkan dan bahkan dilihat tidak jelas konsepnya oleh banyak kalangan apalagi masyarakat awam. Kemudian wajar jika masih muncul sejumlah pertanyaan tentang apa itu REDD, bagaimana mekanismenya-instrumennya-prosesnya-kebijakannya, siapa yang terlibat, kapan dan berapa lama, dan dimana dilaksanakan. Pertanyaan yang paling krusial adalah terkait "bagaimananya" dan apa implikasinya bagi Indonesia terutama bagi masyarakat yang berada di kawasan dan sekitar kawasan proyek REDD itu sendiri. Pendek kata, apa untung ruginya bagi kita. Oleh para pakar dan praktisi NGO kemudian berbagai analisis dan spekulasi dimunculkan terkait dengan REDD baik itu yang mendukung agar terlaksananya proyek REDD maupun bagi yang menolaknya.

Bagi WALHI penolakan terhadap REDD bukan saja berdasarkan alasan-alasan teknis dimana ditemukan fakta bahwa konsep ini tidaklah menjawab persoalan isu pemanasan global itu sendiri yang ingin dijawab oleh REDD (pengurangan emisi) namun lebih jauh bagi WALHI penolakan REDD juga merupakan pertarungan ideologi dimana konsep REDD dibangun diatas ideologi pembangunan ekonomi politik global saat ini yang terbukti telah gagal dalam menjembatani kesenjangan (ketidakadilan) ekonomi politik global dan kemerosotan lingkungan hidup.

WALHI melihat pemanasan global terjadi sebagai akibat dari gagalnya sistem pembangunan ekonomi politik global yang terus mendorong perkembangan industrialisasi yang memproduksi barang dan jasa dalam skala besar tanpa mengindahkan keadilan dan keberlanjutan ekologi. Pembangunan ekonomi politik global yang rakus, eksploitatif, dan menindas yang ditopang melalui mekanisme pasar dan menempatkan lingkungan hidup - sumberdaya alam sebagai barang komoditi semata. Sehingga untuk itu menjawab permasalahan pemanasan global maka jawabannya haruslah mampu mengoreksi tatanan ekonomi politik yang ada dan keluar dari jebakan kerangka sistemnya. Oleh karenannya REDD bukanlah jawaban solusi atas terjadinya peningkatan suhu bumi yang menyebabkan terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim yang mengancam keberlangsungan kehidupan di muka bumi ini.

Tidak setuju atau menolak atau anti REDD bukan berarti tidak setuju mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. WALHI sudah sejak lama mengkampanyekan penyelamatan hutan Indonesia sebagai bagian dari ekosistem dunia yang mesti dilestarikan dan dilindungi. Salah satu gagasan WALHI untuk menyelamatkan hutan Indonesia adalah moratorium logging. Dimana moratorium logging dilakukan sampai dengan selesainya penataan kembali pengurusan dan pengelolaan hutan di Indonesia dan lahirnya sebuah konsepsi baru yang dapat menjawab persoalan ketidakadilan dan kemorosotan lingkungan akibat eksploitasi dan kerusakan hutan yang terjadi. Selain itu WALHI juga mendorong adanya pengakuan terhadap wilayah kelola rakyat dengan segala sistem pengetahuan dan sosial-budayanya yang selama ini terbukti ramah lingkungan dan berkelanjutan serta mampu menjamin keselamatan hidup, keberlangsungan produktivitas dan keberlangsungan jasa pelayanan alam. Dan walaupun banyak sudah para pihak dan pakar yang membenarkan pentingnya moratorium dan pengakuan terhadap sistem kelola rakyat namun sampai saat ini belum juga menjadi kebijakan yang serius untuk dilakukan oleh pemerintah karena pemerintah belum mau keluar dari kerangka sistem ekonomi politik yang ada yang mereduksi segala urusan termasuk urusan hutan dan penyelamatan lingkungan hidup direduksi hanya menjadi urusan finansial semata. Alih-alih memberikan apresiasi kepada sistem kelola rakyat justru pemerintah kemudian mendesakkan REDD sebagai sebuah solusi. Sementara rakyat sendiri masih sangat asing dan malah akan makin terasingkan dengan hadirnya berbagai proyek REDD di tengah-tengah mereka.

Menjawab Isu pemanasan global dan perubahan iklim tidak bisa menggunakan kerangka berpikir dan sistem yang membuat terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim tersebut. Kita mesti berani berpikir keluar dengan cara dan kerangka berpikir yang baru. Dibutuhkan imajinasi dan kreativitas berfikir untuk menemukan jalan baru menuju sebuah tatanan ekonomi politik yang lebih berkeadilan dan ramah lingkungan demi menyelamatkan bumi ini dari kerusakan yang berkelanjutan yang akan mempercepat kehancurannya.