Wednesday, March 14, 2012

Weda Bay Nikel Rampas Lahan Masyarakat Desa Lelilef Sawai & Gemaf



Jakarta--Sekitar 12 Orang Masyarakat Desa  Desa Lelilef & Gemaf yang didampingi Kepala Desa dan dua orang kuasa hukumnya, hari ini mendatangi Walhi untuk mengadukan nasibnya karena lingkungan tempat mereka tinggal telah rusak oleh perusahan tambang PT Weda Bay Nikel, selain itu warga juga mengadukan perampasan lahan garapannya ole perusahaan tersebut.
" Kami datang ke Jakarta untuk mempertahankan lahan milik kami, sekitar 66 Kepala Keluarga (KK) Desa Lelilef Sawai & Gemaf belum mendapat ganti rugi yang layak tetapi sudah diratakan oleh perusahaan," Kata. Alfonsius Sigor, Jakarta, Rabu (14/03).
Kepala Desa , Contantein Nanikome pada kesempatan yang sama mengatakan bahwa PT Weda Bay menggunakan cara-cara intimindasi serta cara-cara yang curang dalam menentukan harga tanah dan warga dipaksa menandatangani kertas kosong serta harus menerima harga tanah Rp. 8000/M2.
Ada 100 orang warga yang sudah menandatangani kertas kosong itu dan dipaksa menerima pembayaran atas tanahnya Rp. 8000/M2 dan lebih parahnya tanaman mereka tidak dihitung dengan layak, harga itu sangat tidak layak dengan dampak negative yang diterima oleh masyarakat yang dirugikan atas pertambangan yang dilakukan oleh PT Weda Bay. Perjuangan Masyarakat kami bukan hanya soal menuntut ganti rugi Rp. 50.000/M2 tapi memperjuangkan hak hidup anak cucu kami karena lahan dan hutan tempat kami hidup sudah dirusak oleh Weda Bay," tegasnya.
Afrida Burnama yang ikut dalam rombongan menuturkan bahwa dirinya sering diintimidasi oleh aparat Brimob yang diduga menjadi beking PT Weda Bay.
" Saya sering diusir oleh Brimob ketika saya lagi diladang untuk merawat tanaman saya mereka katakan lahan saya bukan milik saya tapi milik negara, padahal sudah turun temurun tanah ini milik orang tua kami," papar wanita separuh baya ini.
Koordinator Herenemus Takuling  Koordinator dari Desa Lelilef memaparkan bahwa dirinya sering mendapatkan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian maupun oleh masyarakat yang sudah dibayar oleh perusahaan.
" Saya pernah dipukuli sampe babak belur dihadapan aparat karena menolak menandatangani blangko kosong, selain itu saya juga sering mendapatkan ancaman mau dibunuh karena saya dianggap provokator, bahkan saya pernah ditahan oleh polisi karena membela saudara dan kawan saya saat ditahan polisi," ungkapnya.
Kuasa Hukum masyarakat, Puspa Sari, SH dari LBH Projustisia mengaku bahwa dirinya sudah dua tahun mendampingi masyarakat yang dirampas hak hidupnya dan ini kali ketiganya dia bersama masyarakat datang ke Jakarta karena Pemerintah daerah mulai dari tingkat desa sampai Pemda tidak mau mendengar aspirasi masyarakat.
" Ini untuk ketiga kalinya kami datang, pemerintah setempat tidak sudah tutup mata tutup telingan, padahal sudah jelas masyarakat sudah dirampas haknya, keinginan masyarakat sederhana, mereka hanya menginginkan ganti rugi yang layak sebesar Rp. 50.000/M2 tapi mereka hanya mau membayar Rp. 8000. Kami pernah mengadukan masalah ini ke Komnas HAM dan Komnas HAM sendiri sudah melakukan investigasi langsung dan menyatakan  bahwa disana sudah terjadi pelanggaran HAM," tegasnya.
Dia juga menambahkan hasil rekomendasi komnas HAM menuntut perusahaan untuk mengadakan pertemuan dengan Masyarakat agar masyarakat mendapat ganti rugi yang layak.
Sumber: http://pmeindonesia.com/newsflash/439-weda-bay-nikel-rampas-lahan-masyarakat-desa-lelilef-sawai-a-gemaf