Paham neolib menempatkan bukan saja liberalisasi dibidang ekonomi melalui mekanisme pasar namun juga bidang-bidang lainnya seperti politik, sosial dan budaya bahkan ekologi. Paham ini ingin menjadikan tatanan roda kehidupan dunia dalam semua aspek berjalan sesuai dengan mekanisme pasar. Celakanya paham ini terus memperkuat dirinya dan melebarkan sayapnya ditengah keterpurukan tatanan ekonominya. Krisis keuangan global memberikan gambaran yang nyata atas gagalnya sistem ekonomi pasar bebas sebagai landasan utama dari paham neolib ini.
Saat ini banyak orang memperbincangkan dan mendebatkan neolib di negeri ini setelah gelombang anti neolib terus bergulir dan mengemuka. Terlebih menjelang pilpres perdebatan soal neolib semakin terangkat dan telah menjadi salah satu isu politik yang hangat bagi para pasangan capres-cawapres. Namun sayangnya neolib lebih banyak dipahami dan diperdebatkan hanya dalam konteks ekonomi semata. Celakanya lagi para pasangan capres-cawapres yang notabene merupakan antek-antek neolib justru menyatakan sebagai anti neolib. Sangat menyesatkan!
Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak kita semua menengok persoalan krusial lainnya yang jarang sekali (kalau tidak bisa dikatakan hampir tidak pernah) disinggung dan diperdebatkan secara serius yaitu terkait dengan liberalisasi penyelamatan ekologi melalui mekanisme pasar. Berbagai inisiatif global dalam kerangka penyelamatan ekologi-lingkungan hidup telah digeser pelan-pelan kearah pendekatan neolib dimana konsepsi penanganannya didorong melalui pendekatan mekanisme pasar. Yang paling mengemuka saat ini adalah berbagai inisiatif penanganan pemanasan iklim global. Hal ini telah menghilangkan substansi dari persoalan yang sebenarnya dan mereduksi penyebab kerusakan ekologi itu sendiri. Padahal krisis ekologi itu sendiri terjadi sebagai akibat dari berkerjanya tatanan ekonomi politik neolib yang memperalat negara ini melalui tangan-tangan korporat dan didukung oleh lembaga-lembaga keuangan internasional.
Berbagai skema penyelamatan ekologi-lingkungan hidup diantaranya adalah skema mitigasi dan adaptasi terdahap perubahan iklim global yang didorong melalui pendekatan mekanisme pasar. Celakanya lagi hal ini bukan dilihat sebagai ancaman oleh sebagian besar pengurus negeri ini namun justru diliat sebagai peluang besar untuk mendapatkan kucuran dana yang cukup besar. Bahkan bukan saja pemerintah Indonesia yang terus menawarkan jasa lingkungannya untuk diperdagangkan melalui mekanisme pasar namun banyak juga diantara kalangan aktivis dari berbagai organisasi non pemerintah baik lokal, nasional maupun internasional yang turut serta aktif mempromosikan konsepsi neolib tersebut yang katanya dalam upaya penyelamatan ekologi-lingkungan hidup.
Salah satu konsep yang ditawarkan dalam penanganan perubahan iklim global adalah carbon offset baik melalui mekanisme pertukaran kerusakan di suatu wilayah dengan pembiayaan konservasi di wilayah lainnya ataupun melalui mekanisme carbon trade atau perdagangan karbon. Mekanisme ini menempatkan negara-negara maju atau industri-industri besar terus boleh mencemari bumi ini dengan cara mengkonversi gas buang emisi mereka dengan membeli atau membayar sejumlah uang yang akan digunakan untuk mempertahankan seluas tertentu kawasan hutan atau untuk melakukan penghutanan kembali wilayah-wilayah yang rusak di negara-negara berkembang pemilik hutan termasuk Indonesia. Dalam mekanisme perdagangan karbon, para pembeli karbon ini akan mendapat surat semacam sertifikat dan sertifikat tersebut masih dapat diperjualbelikan kepada pihak lainnya. Sekilas mekanisme ini telah mampu mengurangi kerusakan lingkungan namun jika ditilik lebih jauh sebenarnya dia tidak memperbaiki apa-apa karena emisi terus berlangsung dan kerusakan lingkungan terus terjadi di wilayah lainya. Mestinya negara-negara utara yang dalam protokol Kyoto disebutkan sebagai negara annex1 bukan mempertukarkan emisi mereka dengan hutan di negara berkembang namun secara konkrit menurunkannya 5% sampai 2012 dibawah level tahun 1990 atau 40% sampai dengan tahun 2020.
Selain itu, Bank Dunia (World Bank) bahkan merasa tidak cukup hanya sebagai salah satu aparat pelaksana dari GEF (Global Environmental Facility) - sebuah badan pembiayaan resmi dibawah UNFCCC walaupun mereka mendominasi, sehingga oleh karenannya WB kemudian mengeluarkan mekanisme pendanaan penanganan perubahan iklim lainnya yang disebut sebagai Forest Invesment Program - FIP (Program investasi hutan). FIP menggunakan dana publik untuk membiaya kegiatannya namun juga sekaligus untuk memfasilitasi pendirian pasar karbon.
Siapa yang paling diuntungkan dari proses tersebut dan siapa yang paling dirugikan? Lagi-lagi para pengusung neolib-lah yang akan diuntungkan dan rakyat di negara inilah yang akan dirugikan. Silakan diperdebatkan!